![]() |
Tambattan Kapal Pengantar Ke Pasar Apung di Taman Siring |
Kembali ke Ibu dengan senyum khas tadi, Background video Ibu tadi
itu disebuah pasar, tapi pasarnya itu unik, lapak yang digunakan oleh para
penjualnya adalah sebuah kapal kayu yang mengapung di air, kapal itu berjejer,
satu kapal satu penjual bermacam barang dagangan, apa nggak susah tuh? apa
pembelinya harus berenang kalo mau beli? Gimana kalo waktu mau ngambillin
barang dagangan si penjual justru tercebur ke sungai, atau lebih ekstrem lagi,
kapalnya yang terbalik. Untuk menjawab itu saya pinjam mesin waktu Doraemon
yang letaknya ada dilaci meja belajar Nobita, untuk kembali ke masa 90an,
mengunjungi Ibu dengan senyum khas itu.
Sabtu 17 Mei 2014 Jam 05.00 WITA kami sudah berdiri
sempoyongan karena menahan kantuk di sekitar Taman Siring Banjarmasin, di tepi
sungai Martapura. Kami itu saya dan Tiar, hanya berdua. Saya parkirkan motor
diantara dua sisi, sisi kanan ada beberapa om-om dengan senter ditangannya,
sisi kiri ada beberapa orang dengan label setengah mas setengah mbak, kami
harus memilih dan itu adalah pilihan yang dilematis. Ahh kayaknya om-om pilihan
yang lebih menarik.
"Berapa Om?"
Tanya saya,
"250 ja" Jawab
si Om bertopi dengan senter ditangan kanannya, kondisi jalanan sekitar memang
gelap.
"Nunggu barengan aja
ya kalo githu om, biar lebih rame"
"Ya Mas, nunggu
disini aja Masse"
Setengah jam berlalu,
barengan yang ditunggu tak kunjung datang, kamipun menghampiri si Om-om bertopi
tadi,
"Ayo Om, berangkat
aja, takut kesiangan nanti"
"Hayuk Mas, 200 aja
nggak papa"
Saya, Tiar dan Om pun
berangkat pake perahu si om, setelah mesin dinyalakan segera lajunya membelah
air di Sungai Martapura.
Mas Tiar |
Tenangnya laju pelan kapal, pelukkan lembut angin pagi mengantar kapal membuka jalan di air, membelah air sungai kecoklat, berbelok melewati sungai-sungai sempit, di kanan dan kiri tepian kita bisa dengan terasa dekat melihat rutinitas pagi masyarakat Kalimantan yang hidup ditepian sungai, yang menjadikan sungai dunianya, yang rumahnya berpondasi kayu sampai ke dasar sungai. Tua, muda, remaja, pria maupun wanita mereka mandi, gosok gigi, cuci pakaian diair yang kecoklattan, Sebagian anak-anak bahkan menganggap sungai adalah kolam renang, bermain siapa yang kuat paling lama menahan nafas didalam lauttan coklat.
Itulah kenyataan di tepian sungai Kalimantan, pakaian yang dijemurpun ikut melambai-lambai. Terlepas dari itu semua, menyusuri sungai di Kalimantan itu unik dan asyik. Seandainya ada jalur wisata air khusus disungai Kalimantan, bukan tidak mungkin kalo bakal lebih banyak lagi wisatawan yang datang untuk menyusuri sungai di Kalimantan. Contohnya dengan membangun bangunan yang khas kalimantan ditepian sungai. Kalo batubara bisa dimaksimalkan, kenapa sektor pariwisata tidak?
kapal-kapal besar berbahan besi juga ada disini, kapal besar itu sebagian hanya diam nggak tau apa yang ditunggu, dan tak ketinggalan, sepertinya wajib hukumnya disungai-sungai Kalimantan, kapal tongkang Batubara.
Kapal yang saya tumpangin mulai melaju lebih pelan, membiarkan kami terbelai angin membiarkan mata kami menyapu pelan setiap detail ditepi sungai, tidak jauh didepan, agak ramai gerombolan kapal kayu berjajar beratapkan langit pagi mendung yang megah, yaa itulah Pasar Apung Kuin Banjarmasin. Perahu kayu kami mulai merambatti aliran air di kawasan Pasar Apung, mesin seperti dimatikan, kapal hanya dibiarkan oleh empunya mengikutti aliran air.
Sesekali penjual buah dan wadai (Wadai adalah sebuttan untuk jajannan, ex: kue) mendayung perahu kayunya mendekati kapal kami, menawarkan apa yang mereka jual.
Kami menikmati suasana pagi itu, ternyata ramai juga pengunjung yang datang mengunjungi Pasar Terapung Kuin, Ternyata ada beberapa titik pemberangkattan kapal. Tapi yang saya tau cuma dari dekat Taman Siring Banjarmasin.
Bagi yang mengunjungi Pasar Terapung Kuin dengan memakai kapal, semua transaksi jual-beli di lakukan diatas air, jadi kapal kita tidak dirapatkan ke tepian. Misalnya kita mau beli, lambaikan tangan sambil tersenyum pada bapak atau ibu yang dagangannya hendak kita beli, dengan semangat bapak atau ibu itu akan mendayung kapalnya mendekatti kapal kita, seolah berjodoh, kapal kita dan kapal sipenjual akan beriringan menyusuri air sungai, duuuh, kapal aja bisa romantis. Di pasar tradisional manapun proses tawar menawar itu wajib, dan yang pasti akan lebih mudah dan murah jika kita bisa berbahasa daerah tempat
pasar tradisional itu berada, kalo di Pasar Terapung Kuin ini bakal lebih enak kalo bisa berbahasa Banjar.
Apalagi kalo sama orang tua, jangan pake lu gue, bisa digampar pake dayung ntar, kalo di Banjar ada baiknya gue diganti ulun dan elu diganti pian, terkesan dan terdengar lebih sopan bagi masyarakat Banjar.
Pasar Terapung juga hanya ada pada pagi hari, ingat, hanya ada kelas pagi. Kelas siang dan sore ditiadakan, so emang harus perjuangan bangun pagi kalo kepengen mengunjungi Pasar Terapung Kuin. Layaknya dipasar tradisonal didaratan, selain berjuallan sayur dan buah segar para penjaja makanan untuk sarapanpun ada disini, jualannya juga pake kapal. Pernah denger kenikmattan Soto Kuin Banjar?
Naah, disini, diPasar Terapung Kuin kita juga bisa menikmatinya, kita bisa nyarap Soto Kuin Banjar diatas kapal, di atas air sungai Barito, beeeh sedep.
Atau mau yang nggak berkuah? ada juga nasi kuning dengan iwak haruan yang dibungkus daun pisang, duuuh lapar.
Suasana disini benerran khas, walau transaksi yang dilakukan lumayan sulit (karena harus maen kapal-kapalllan), saya beri apresiasi kepada orang-orang yang masih mau menjaga tradisi pasar terapung disini, niat, usaha dan keikhlassan betul-betul terlihat dari para pedagangnya, kegigihhan yang jujur terlihat dari
cara mereka mendayung untuk menawarkan barang dagangannya.
" Dulu sebelum jalan jadi, disini lebih ramai mas, orang-orang dari seberang sana naik klotok kesini buat kulakan barang-barang, tiap hari ramai Masse "
Si Om perahu memberi penjelassan setelah melihat saya yang duduk diatas kapal terdiam memandangi pasar terapung.
Memang keramaian yang saya temukan disini nggak sesuai dengan ekspektasi saya, kata Tiar memang lebih ramai kalo hari minggu bro. Kadang memang hanya bisa terdiam melihat ketradisionallan terkikis oleh kemodernan. Disini saya menemukan orang-orang yang berjuang supaya Pasar Tradisonal Apung Kuin tetap ada.
![]() |
Om Yang punya Kapal |
" Bener Mas, dulu RC*I syutingnya disini " Si Om terlihat bangga memberitahukannya padaku, " Ada lagi Pasar Apung di Lok Buitan Martapura Masse, perjalanannya lebih lama lagi, kalo kesana kita cuma ke Pasar Apung aja, kalo kesini kan kita bisa sambil mampir ke Pulau Kembang, tapi kalo misal besok mau kesana, saya bisa ja antar" Lanjut si Om.
" Hmm, jauh berarti ya jaraknya Pak. Ngomong2 Pak, ini kapal udah berapa lama ya? " Tanya saya
" Ini namanya Klotok Mas, kalo kapal kan yang gedhe-gedhe. Ini udah dari tahun 2002 Mas, kayunya juga kayu Ulin, makanya awet Mas. "
" Owalah Pantes aja dari kayu Ulin, masih keliattan bagus Pak, udah lama ya padahal. "
" Iya Masse, 2002, sekarang 2014, berarti sudah 12 tahunan lah Mas, sesekali kita cat lagi supaya tetep keliattan bagus. "
Kayu Ulin adalah kayu khas hutan Kalimantan yang melegenda, umur keawettannya bisa melebihhi umur manusia. Ketahanan terhadap air dan cuaca tak perlu diragukan. Karena sebab itu sering ada razia truk pengangkut kayu, rumah-rumah panggung di Kalimantan juga pondasinya menggunakan kayu Ulin.
Kapal saya ternyata sudah menjauh meninggalkan Pasar Apung Kuin, saya dikejutkan dengan suara anak-anak muda yang berteriak dan ternyata mereka berteriak karena dikejar seRT monyet. Pulau Kembang. Mendengar kata kembang, saya langsung terkonek dengan sebuah pasar yang ada di Yogyakarta, Pasar Kembang. Berbeda dengan pasar kembang, di Pulau Kembang bisa disebut pulau monyet, karena para monyetlah yang mengatur penuh kekuasaan dan kebijakkan pulau, dipulau ini para monyet tidak mengenal apa itu Demokrasi mereka hanya paham hukum alam. Ngaco!!
Penduduk lokal yang mengelola tempat ini. Biasanya saat kapal mulai disandarkan ditepian pulau, para guide sudah menunggu didepan kapal.
Cukup dengan Rp 5.000 per orang kita sudah bisa dapat karcis masuk Pulau Kembang, untuk guidenya nggak perlu murah-murah yang penting ikhlas. Awalnya saya memang berpikir nggak usah pakai Guide, karena wisatanya keliling pulau dengan jalan kaki, jalan yang akan kita laluipun pasti ada petunjuk yang jelas,
Tapi kalo nggak pakai Guide gimana kalo ditengah jalan nanti saya dicekik dan diculik oleh Raja Monyet? Lalu sebagai tebussan sang Raja meminta satu tongkang penuh buah pisang?
ooh, siapa yang mau menebus dengan mahar sebesar itu? palingan juga malah saya yang diikhlaskan.
Jadi kita pakai cara cerdik, kita jadi buntut rombongan yang lain, asal SKSD aja. Monyet di Pulau kembang sudah terbiasa dengan pengunjung rupanya, mereka tidak terlalu sadis pada pengunjung, walau jumlahnya banyak dan teriakkannya bikin was-was. Barang yang kita bawapun bisa dibilang cukup aman dan rampassannya, mau lebih dekat dengan mereka? beri bereka buah atau kacang yang bisa dibeli dari para guide, niscaya monyet-monyet itu akan senantiasa menemani perjalanan anda keliling Pulau Kembang.
Sekitar 30 menit sambil foto-foto kita sudah menjelajah seluruh jalanan yang disediakan pengelola Taman Kembang ini. Hati-hati bentol-bentol, nyamuknya cadas bro.
Tapi saya masih penasaran, kenapa bisa ada monyet nyasar ke sebuah pulau ditengah sungai yang luas ini?
Perjalanan pulang menuju titik awal keberangkattan kami didekat Taman Siring menemui hambattan, jalur sungai yang kita lalui tadi sudah tidak bisa dilalui lagi, air pasang, efeknya air akan semakin meninggi, karena tadi waktu berangkat ada beberapa jembattan yang space untuk lewat kapal sempit banar, atapnya sudah membentur jembattan, otomatis dengan air pasang kapal mustahil bisa melewati terowongan dibawah jembattan. Bisa sih lewat atas jembattan, tapi gantian kapal yang menaikki kita, mengangkat kapal dengan rangka kayu ulin memang bisa menambah daya kuat otot, bisa six pack juga mungkin, tapi kemungkinan opname karena kapal menimpa kita lebih besar. Maka si Om kapal memutuskan untuk mengambil jalan memutar. Diperjalanan pulang suguhan pemandangan berupa kapal-kapal dengan macam ukuran, bahan dan bentuk.
Perjalanan naik klotok menyusuri sungai memang harus dicoba. Itu ada di Indonesia, Negeri Berjuta Pesona.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKalo baca ttg pasar terapung yg selalu gw inget adalah sarapan rawon diatas perahu bareng sodara2 gw :-)
ReplyDeletewahahaha... ini kakak Cumi memang hobby banget kuliner ya.. makannya sambil goyang-goyang ya.. :D
Delete