Senja Di Pantai Santolo |
Keren,
gagah, berperut kubus. Sebuah ekspektasi yang saya taruh tinggi demi persiapan
mental jasmani rohani saat untuk pertama kalinya akan bertemu Sandy. Bukan
hanya itu, jika saja ada wanita yang melihatnya lengkap dengan seragam dinas,
wanita akan rela dipenjara demi bisa dijaga olehnya. Namun, semua ekpektasi
yang sudah saya bangun buyar, seperti membangun menara dengan puluhan lembar
kartu remi yang berhasil disusun rapi, tetiba angin pantat teman menghancurkan
pondasi. Runtuh sudah. Kesan serius yang dihasilkan kombinasi semua ekpektasi
tadi tak lagi berlaku. Setelah bertemu wujud asli Sandy, saya berhenti
berekspektasi.
Adalah
Mbak Lady, dia luluh, selalu terngiang akan kebaikan hati seorang Sandy yang
membawakannya potongan-potongan martabak manis saat Mbak Lady dan teman-teman
pendakinya letih kelaparan karena menunggu bus disalah satu sudut terminal
Guntur. Mbak Lady, wanita tangguh yang setiap jum’at malam namanya muncul
ditiket kereta api atau ditiket bus, teman-teman akan heran jika weekend dia ada dirumah. Uangnya
darimana? Dia punya ilmu sihir merubah bungkus bekas mie instan menjadi pecahan
uang satu lembar lima puluh ribuan, apapun merk mie instan itu. Ilmu sihir ini
mungkin saja berkaitan dengan kebiasaannya tidur saat menjadi pembonceng motor.
Seorang
lagi, wanita yang umurnya lebih muda dari saya. Ingat betul otak saya, dia dan
Mbak Lady dalang penzoliman salah satu pria naas disalah satu apartemen tak
jauh dari jalan Margonda. Pria itu diriasinya gincu, pemerah pipi dan eye liner. Kejam betul konspirasi kedua
wanita itu. Namanya Putri yang membuat jadwal keberangkatan ke Garut molor dua
jam, lebih bahkan.
Ketiga
orang itulah yang mengantarkan saya sekaligus menjadi saksi pada kenyataan seorang
pria yang masih saja belum bisa berfikir dewasa yang untuk pertama kalinya
menginjakkan kaki di tanah pembuat dodol, Garut. Ini baru
pertama kalinya. Ketiganya pula saya kenal dari sebuah keluarga besar yang kami
sebut Keluarga Jalan Pendaki.
***
Sekitar
empat jam, setelah melewati aspal-aspal berlubang parah yang jika saat musim
hujan para pembiak ikan lele tak perlu repot membuat lahan, ikan-ikan lele itu
akan subur beranak pinak dalam lubang-lubang aspal itu. Berkelok-kelok teduh
diantara pepohonan yang tumbuh rantingnya unik nan bermacam-macam bentuk. Walau
kondisi jalan buruk saya tak munafik begitu indah jalanan yang baru saja kami
lalui. Dari suatu tempat pemberhentian disisi jalan, mata kita akan mampu
melihat air terjun dipucuk perbukitan. Akhirnya kami tiba pada tujuan utama
kami, Pantai selatan Garut. Pantai Santolo.
Rerumputan
luas berkelir hijau dibelakang pantai, mirip sabana, menggiring kami untuk
segera memarkirkan motor diantara puluhan motor yang lain. Tukang Parkir
mengarahkan supaya kami parkir ditempat yang mudah untuk keluar. Rencana
bermalam sudah sedari kemarin kami pegang teguh. Apapun yang terjadi. Menginap
menggunakan tendapun tak jadi soal, Sandy sudah siap sedia, yang jadi soal
justru jika bermalam dihomestay, pengeluaran harus dipersempit. Beginilah jika
jalan bermodal uang pinjaman.
![]() |
Sebuah Bendungan di Pantai Santolo |
Salah
satu batu mempersilakan saya duduk. Matahari masih benderang, bulatnya masih
menyilaukan. Sinarnya menyapu lautan meninggalkan pernik emas yang mengambang,
terus mengambang tak mengikuti ombak yang berhaluan ke tepian. Anak-anak
berteriak kegirangan, berjingkrak loncat seirama dengan angin yang berdendang.
Beberapa wanita muda mengabadikan dirinya dalam kartu memori, bergaya lengkap
dengan topi pantai dan kacamata berwarna coklat tua. Mereka tak berbikini. Mungkin
saja ada orang tua yang saling berpandang mata, teringat akan masa muda.
Mengenang kala senja mulai tiba lalu Iwan Fals memetik senar gitarnya,
melantunkan kata-kata yang bernada, “suatu hari”. Sore di Pantai Santolo
sungguh mesra, yang setiap orang ingin supaya jangan cepat berlalu.
Kaki
kami bergerak menjejak kayu pembentuk biduk. Kami siap berlayar. Hanya 5 menit
kami sampai pada sebuah pulau yang berjarak sekitar 30 meter. Banyak biduk
“berserakan” diselat antara kedua pulau ini, bendera-bendera partai berkibar
ditiang tertingginya. Tak salah lagi biduk ini adalah harta berharga bagi para
penduduk pribumi disini untuk bertemu sahabat setia setiap harinya, yaitu
lautan. Jika sedang tidak melaut biduk-biduk ini digunakan untuk mengantar
pengunjung ke pulau sebelahnya, transportasi antar pulau yang seprovinsi.
Sandy
dengan jaket andalan warna biru hitamnya berjalan paling depan, muatan
dipunggungnya jelas paling berat diantara kami berempat. Tenda, kompor, nesting,
logistik serta peralatan kemping lainnya berjubel didalam tas, bersandar pada
punggung Sandy. Tak lupa dua tangkai kacamata pas diapit kepala dan kedua
telinganya. Seorang bapak berseragam hijau hansip mengejar kami, apa ini pulau
ilegal? Sempat terkejut, saya tersadar karena bapak tadi menggenggam kertas berwarna,
berukuran karcis masuk. Rupanya pulau ini, yang masih bagian dari Pantai
Santolo, memiliki tata cara pemerintahan tersendiri. Sudah berbeda kecamatan.
![]() |
Batu Khas Penanda Pantai Santolo |
Awan
berarak dengan sabar menuntun matahari menuju lelapnya dibarat negeri ini. Ransel-ransel
kami masih tergeletak tak beraturan, tersandar pasrah pada karang-karang,
mereka nampak sedih ditinggal tuannya. Sementara para tuannya sibuk berpose dan
jungkir balik demi mendapat pasnya sudut pandang. Mbak Lady dan Putri
bergantian berfoto didepan batu unik, ikon Pantai Santolo saat air masih surut.
Disekitar sini suasana lebih sepi, tak banyak anak-anak, muda mudi ataupun
orang tua. Hanya ada beberapa.
Birunya
angkasa mulai pudar, sang surya semakin dekat dengan garis cakrawala. Dipantai
ini sepenuh hati saya yakin, seluruh pengunjung kagum melihat warna-warna yang
silih berganti dengan warna-warna yang lainnya. Sebagian menikmatinya sambil
mengantri dikamar bilas, sebagian lagi lari berkejaran menuju batas daratan.
Lesung pipi menghiasi senyum-senyum yang terkembang. Wajah-wajah mereka satu
rasa dengan sebelah barat negeri ini, manis sekali.
![]() |
Mbak Lady dan Senja |
![]() |
Putri dan Senja |
![]() |
Malaikat Mulai Mewarnai Senja |
Dua
malaikat turun, namun tak menginjak bumi. Masing-masing dari mereka membawa
kuas, satu kuas berwarna kuning satu lagi berwarna hitam. Awan dibersihkannya
supaya tak menghalangi bentuk sempurna matahari. Kuas kuning digoreskan
perlahan pada atap bumi bebarengan dengan perputaran bumi. Orang-orang dipantai
masih terus mengagumi mata mereka masih terus menata ke barat. Tanpa
sepengetahuan mereka, malaikat yang membawa kuas hitam mulai melaksanakan tugasnya,
mewarnai langit sebelah timur.
Air
bening dalam cekungan diantara karang menggambarkan warna-warna, kuning, hitam
dan biru mulai saling membaur menghadirkan warna baru, jingga dan ungu.
Matahari sudah sepenuhnya pergi menuju belahan bumi yang lain. Satu bintang
terang muncul tenang tak mau berjauhan dari sang rembulan yang hampir sambit.
![]() |
Gelap Mulai Tiba |
Ujung
daratan yang tadi sore kering mulai basah, air telah pasang. Pelataran Pantai
Santolo menjelma sepi, meninggalkan beberapa nelayan senja yang tanpa henti
menebarkan jaringnya. Malaikat berkuas kuning telah selesai menjalankan
tugasnya, dia menunggu kawannya yang terus menggoreskan kuas hitamnya menuju
barat. Semuanya memang berjalan perlahan, berubah perlahan, namun keelokkan alam bernama senja hanya
diberi waktu sebentar saja.
Gw pun mikirnya sama yon, ngebayangin sandi.. wkwkwkwk
ReplyDeleteAnyway keren senjanya.. :)
Wkakakak.. Lebih mengerikan monster Bikini Bottom Njar..
DeleteTeng Njar!
keren, gagah dan berperut kubus.. wis tak kubur ekspetasi itu dalam-dalam sebelum nanti ketemu sama Aa Mas. wkwkwkwkwkwk . :D
ReplyDeleteBhaha, belum pernah ketemu Bleh? Kalo ngomong ma Sandy harus teges kalo gak bakalan dibentak2..
Deletedurung jeh Mas.. si Aa kan mau ke Depok gak jadi-jadi.. 😂😂
DeleteJadi mbak lady ama sandy trus akhirnya jadian karna terharu di kasih martabak gitu ????
ReplyDeleteBtw sentolo ini bikin mumet perjalanan nya, berkelok2 dan temen ku akhirnya muntah waktu kesana hahaha
Belum jadian masih proses, tapi bisa dipastikan proses menuju kegagalan. Wiiiw cuma dikit kok muntah sih Mas Cum? Didalem mobil juga muter2 ya pasti dirimu?
DeleteDidalam mobil, aku cuman salto ama kayang aja :-)
DeleteMantep pemandangan sunsetnya mas :-bd
ReplyDeleteHihihihi.. Bikin betah deh suer, sayangnya ya itu, cuma sebentar saja..
Deletekunjungan perdana kang, btw itu dikasih keterangan dong fotonya pke kamera apa, kok bagus bingit ya,..jadi iri deh..hehehe
ReplyDeleteTengyu Neng, ditunggu kunjungan yang berikutnya, hehehe..
DeleteAiiih, cuma pake camera biasa aja itu, cuman pas aja sunsetnya lagi bagus binggow kak.. :)