![]() |
Suatu Pagi Di Sudut Magelang |
Keramahan,
satu kata yang dapat disimpulkan dari ratusan kalimat yang terlontar dari kesan
orang-orang yang pernah singgah ke wilayah Jawa Tengah. Salah satunya Magelang.
Senyum hangat para penduduk, dibarengi dengan gerakan kepala yang sedikit
menunduk adalah salah satu bukti bahwa selalu ada tangan yang terbuka menerima
setiap orang yang mereka temui. Dengan senyum itu pula, sesekali mereka juga
akan menanyai kemana kita akan pergi. Atau mempersilakan mampir minum teh
sebentar dirumah mereka. Perkara bertanya alamat, tak jarang yang akan
mengantarkan sampai tujuan, tidak hanya sekedar menunjukkan arahnya.
Pagi di
Magelang ternyata tak mau kalah ramah dengan para penduduk. Dianugerahi bentang
alam yang memiliki gunung-gunung tinggi, tentu ada banyak tempat yang dapat digunakan
untuk menyapa pagi di wilayah Magelang dan sekitarnya. Bukit Cemuris atau Bukit
Purwosari, Punthuk Setumbu dan Posong adalah tiga diantaranya.
Candi
Borobudur yang sudah sejak lama menjadi ikon pariwisata Magelang ternyata
menyimpan keindahan lain selain dari candinya, khususnya pada pagi hari. Untuk
yang berkesempatan menginap dihotel Manohara yang terletak tepat disebelah
candi, kabarnya akan mendapat akses khusus untuk dapat masuk ke wilayah candi
pada pagi hari, saat matahari belum terik juga belum dipadati wisatawan yang
lainnya. Bagi yang tetap kukuh ingin menikmati suasana pagi dari dalam komplek
Candi Borobudur, dapat merogoh kocek sekitar Rp. 250.000,- tanpa harus menginap
di Hotel Manohara tapi pintu akses masuk ke candi tetap melewati Hotel Manohara.
![]() |
Menjelang Pagi Dari Punthuk Setumbu |
Selain itu, bukit-bukit hijau
yang mengeliling candi Borobudur mempunyai tempat-tempat tersembunyi yang
menjelma menjadi tempat favorit para pemburu pagi. Adalah Punthuk
Setumbu yang sudah lama menjadi tujuan utama untuk kunjungan wisata ke
Magelang sembari menikmati matahari terbit.
“Permisi pak, mau tanya jalan ke
Setumbu lewat mana ya?” Tanya saya kepada seorang bapak, setelah saya turun
dari motor dan melepas helm dari kepala.
“Mau lihat sunrise ya mas? Itu didepan ada pertigaan mas, kalau belok kanan ke
pintu masuk candi. Mas ambil yang belok kiri, nanti kanan jalan ada hotel
Manohara, mas terus aja sampai ketemu gapura.” Jawab bapak sambil memperagakan
belokan dengan tangan kanannya. “Dari gapura maju sedikit, terus mas belok kanan
setelah itu lurus terus aja. Nanti ada petunjuk arahnya.”
“Setelah belok kanan dari gapura
itu masih jauh ya pak?” Saya memastikan.
“Masih mas, isih adoh, masih jauh. Sekitar lima belas menit mas. Pokoknya lurus
terus. Ada petunjuk arahnya mas.” Bapak meyakinkan. Melihat raut wajah saya
yang masih bingung, bapak menambahkan, “Minta tolong diantar tukang ojek
dipertiggaan itu aja mas, pasti ada yang mau mengantar.”
“Ya nanti coba dicari dulu aja
pak, terima kasih ya pak. Suwun.”
Saya mohon diri. Bapak membalasnya dengan mengangguk sembari melempar senyum.
Pemandangan Punthuk Setumbu |
Benar kata bapak tadi, plang yang
mengarahkan ke Setumbu menunjukkan saya harus berbelok kanan. Bahan jalan
berubah menjadi cor dan mulai menanjak, tak lama sampailah di parkiran dan pos
masuk Punthuk Setumbu. Tiap orang dikenai tarif masuk Rp. 15.000,-. Tarif yang
saya rasa cukup mahal, namun setelah berjalan kaki dari pos masuk tadi sampai
ke spot untuk menikmati sunrise, kata
mahal untuk harga masuk tadi buyar. Lampu untuk menerangi jalan sudah
disediakan. Pagar dari bambu untuk tumpuan tangan, mengiringi setiap tanjakan, memberi kesan aman kepada wisatawan bahwa mereka
tidak salah jalan. Jalur tanjakan telah sengaja dibuat menyerupai
undak-undakan. Sesampai di spot, bangku-bangku panjang dari bambu telah
disediakan, pembatas dengan jurang juga sudah jelas ditandai dengan pagar.
Kebersihan juga sangat diperhatikan, jalur yang dilewati bersih dari
sampah-sampah yang berserakan. Telah disediakan juga beberapa tong sampah untuk
menampung sisa bungkus makanan. Punthuk Setumbu mengingatkan kembali kepada
saya untuk menjadi turis yang bertanggung jawab. Tentang kebersihan, keamanan
dan keindahan. Dimana ketiga hal itu akan memberikan rasa betah dan nyaman.
![]() |
Sebelum Pagi di Bukit Cemuris |
Beberapa bulan diperantauan, saya
mendadak rindu dan kangen menyapa pagi yang indah dari Punthuk Setumbu.
Disepanjang perjalanan udara begitu dingin tapi sejuk dan segar. Bintang
gemintang tak henti berkelipan. Saat hampir mencapai Candi Mendut satu dua dari
mereka jatuh membentuk garis biar hanya sedetik.
Seorang bapak ngebut, singkat
saja motor yang saya tunggangi dan motornya melaju sejajar.
“Mau lihat sunrise mas?” Teriak bapak berjaket kulit itu.
“Iya pak, mau ke Setumbu.” Saya
menjawab, laju motor melambat.
“Sudah tahu jalannya mas?”
“Sudah pak.”
Lalu tetiba bapak itu memberi tawaran yang
menggiurkan. “Mau coba tempat lihat sunrise
yang baru mas? Baru dibuka beberapa bulan. Masih sepi. Tiga puluh ribu aja saya
antar sampai pos masuknya.”
![]() |
Warna Ungu Dari Bukit Cemuris |
Tanpa menaruh curiga, jadilah
saya mengiyakan tawaran bapak itu menuju tempat menikmati sunrise yang bernama Bukit Purwosari, tapi orang-orang disekitar sana
lebih akrab dengan menyebutnya Bukit Cemuris. Dari parkiran untuk mencapai spot
melihat matahari terbit ternyata diperlukan fisik yang cukup bugar untuk
melewati tanjakan terjal dan cukup panjang. Walau belum tersedia penerangan
disepanjang jalan, sesampai di spot, bangku-bangku panjang telah disediakan
dibeberapa sudut. Itulah salah satu bukti bahwa warga disekitar Bukit Cemuris
ingin membuat objek wisata baru yang terkelola dengan baik.
Angin hanya berhembus sepoi-sepoi,
laju lambatnya tak menggugurkan embun yang berada dipucuk dedaunan. Lampu-lampu
kota berwarna warni, pohon-pohon dibawah tempat saya berdiri mulai nampak warna
segar hijaunya, celah dedaunannya dilewati kabut yang melayang rendah.
Sementara awan panjang di atas Gunung Merapi berubah jingga tertimpa warna
matahari yang sebentar lagi muncul. Hitam langit berganti biru. Garis cakrawala
yang berpendar kuning menjelaskan betapa gagahnya siluet Merbabu dan Merapi.
Disebelah barat, diatas kepala saya, langit berwarna ungu. Sungguh memesona
kawan. Saat seluruh alam tersenyum, burung-burung mulai berkicau, sepi dan
kesunyian yang berujung pada rasa tenang dihati, benar-benar pagi yang indah.
![]() |
Selamat Datang Pagi |
Saat turun kembali ke parkiran,
saya mencoba lewat jalur yang berbeda karena dapat sekalian mengunjungi Bukit
Rhema yang terkenal karena bangunan yang berbentuk burung merpati. Melewati
kampung dan rumah-rumah penduduk, untuk kesekian kali saya kebingungan memilih
jalan kembali ke parkiran. Untuk kesekian kali pula para penduduk sekitar Bukit
Cemuris memberikan petunjukan arah. Banyak pula yang keluar dari rumah hanya
untuk mengucapkan terima kasih kepada saya karena telah bersedia mengunjungi
Bukit Cemuris.
![]() |
Landscap Posong |
Negeri Tembakau atau Temanggung
yang tak jauh dari Magelang juga menyimpan tempat untuk menikmati keindahan
pagi. Posong namanya, terletak dilereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro
membuatnya mempunyai sunrise yang
cantik. Pendopo-pendopo sengaja disediakan untuk para pengunjung yang singgah
ke Posong. Jalanan dari batu yang tertata rapi memberi kesan yang masih alami.
Kesejukan, kesegaran dan keasrian sudah barang pasti bisa didapatkan ditempat
ini.
Motor sudah rapi terparkir
ditempat yang disediakan. Siluet Gunung Sindoro dan Sumbing tampak mengapit
keberadaan saya, sungguh gagah kedua gunung ini. Terdengar percakapan dari
beberapa pengunjung yang lain, dari bahasa dan logat yang diucapkannya jelas
mereka bukan berasal dari daerah dekat sini. Suasana pagi di Posong ternyata
sudah diceritakan dari mulut ke mulut sampai keluar wilayah Temanggung.
Awan abu menutup sebagian besar timur angkasa,
hanya memberi sedikit celah untuk warna-warna pagi. Kabut juga berperilaku
sama, disembunyikannya hingar bingar lampu kota, hanya sesekali ditunjukkannya
lalu disembunyikannya lagi. Angin berhembus menelisik pohon cemara, lajunya
pelan namun sudah mampu menggigilkan raga. Para petani tembakau sudah mulai
berjalan menuju ladangnya.
![]() |
Tempe Kemul, Teh dan Kopi |
Meski warna-warna indah langit
sudah pasti tak muncul pagi ini, para pengunjung masih setia menunggu. Mereka
seperti berharap datangnya sebuah keajaiban. Sementara Gunung Sindoro dibelakang
mereka mulai hilang siluetnya, warnanya berubah hijau segar. Ibu pemilik warung
masih sibuk naik turun tangga, diantarkannya nampan-nampan berisi tempe kemul,
teh hangat dan kopi kepada para pemesannya. Dengan nafasnya yang
tersenggal-senggal dia masih sempat tersenyum menyapa setiap pengunjung.
![]() |
Gunung Sindoro Dari Posong |
Keajaiban muncul, namun sudah
terlambat. Matahari sudah tinggi. Warna jingga, kuning dan ungu sudah
sepenuhnya pergi bersama awan kelabu yang tadi menutupinya. Hanya meninggalkan
warna biru muda dan awan putih. Lekuk liuk Gunung Sumbing nampak jelas, wajah
pengunjung berubah, diambilnya kamera dari saku, lalu diabadikannya pemandangan
didepan matanya. Posong menjadi ceria.
![]() |
Pendopo di Kaki Sindoro |
Pagi ini tak hanya memberi
keindahan tapi juga mengajarkan kesabaran. Pagi ini saya tak dapat melihat
munculnya mentari diufuk timur, menegaskan kata hati bahwa selalu ada alasan
untuk merindui dan kembali kepada Posong. Semoga kelak Posong tetap bersih dan asri seperti ini.
Sebagai wujud mencintai, berwisatalah dengan cara yang bijaksana.
Jadi kalau berkunjung ke Magelang masih malas bangun pagi?
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Utama Blog Visit Jawa Tengah 2015 Periode : 1 Juni – 4 Juli 2015
Aku pernah sekali nyepeda lewat desa namanya Giripurno. Letaknya di wilayah Magelang lebih tepatnya di perbukitan Menoreh. Lokasinya sih memang di pelosok, tapi ada satu rumah di sana yang pemandangannya BAGUS BANGET, bisa lihat pemandangan Merapi dan Merbabu dari ketinggian. Keren lah pokoknya...
ReplyDeleteIyaps Mas Menoreh. Sekitaran Borobudur itu juga sudah Menoreh Mas. Ada Puncak Mati juga.
DeleteSatu rumah? yang mana mas? kasih tau dong. Atau mari kita kesana, hehe
Artikel yang sangat berguna yang dibahas dalam situs ini ... tentu akan sangat membantu bagi pembaca yang membutuhkan referensi, Salam Kenal.
DeletePengen banget ke daerah Magelang terutama ke Borobudur. Dan semoga tahun ini bisa kesampaian naik Sindoro, Sumbing atau sekalian ke Wonosobo dan Dieng. ke Gunung Prau dan Sikunir. Duuuh....ngomongin gunung di Jawa Tengah nggak ada habisnya.
ReplyDeleteWidiiiiw.. Mbak Lina mau ke candi tah? Mau mencoba baca relief? hehe.
DeleteDuuh, itu banyak banget.
Berkabar dong mbak. Nanti aku temenin wes. :)
bang, fotonya cantik bingits deh.. kenalan dong bang
ReplyDeleteKalo kenalan sama aku syaratnya harus ketjup kening bang. *minta digetok rencong.
Deletepemandanganya indah dan bagus bang
ReplyDeleteEh mobil bisa langsung parkir kah di bukit cimuris ??? atau mesti jalan kaki lagi ???
ReplyDeleteHampir sama kek Setumbu Om Cum..harus jalan kaki, nanjaknya juga lumayan buat ngurusin lingkar perut.. hihihi
DeleteKalo aku ngak mau kurus, kira2 ada ngak ojek gendong sampai atas ??? hahaha
Deletesunrisenya SUBHANALLAH ! aku pas ke setumbu gak dapat sunrise, mendung. kapan-kapan pengen ke bukit cemuris ah
ReplyDeleteAyooo Mas Fahmi aku melu, bareng, berkabar Mas wong podo magelangan..
DeleteCakep yaa pagi pagi di sana, aku kemarin ke Manohara dan agak merasa sedikit menyesal haha. Terus habis itu lanjut ke rhema.
ReplyDeleteCakep Mas, Banyakbukitnya juga soalnya.. Yaaah, kapan ke Manohara? au githu bisa meetup mas.. Kan aku mau minta tanda tangan.. hahahha..
DeleteKenapa menyesalnya kah?
boleh shere mas
ReplyDeleteMonggo mas kalau berkenan.. Silakan.. :)
Deleteindah banget pemandangannta sob, sangat menarik...
ReplyDeleteNiceeee!!
ReplyDelete