![]() |
Bersama Mereka |
Malam
itu, malam minggu sebelum kegiatan salah satu komunitas di kota Magelang
dimulai. Aku bertemu dengannya. Hanya sekali jabat tangan yang erat, tanpa
kecup pipi kanan, tanpa kecup pipi kiri. Tangannya begitu erat menjabat tanganku.
Hampir saja aku kelewatan mencium tangannya. Aku mengira, dia sudah seumuran
bapak teman sepantaranku. Kami lalu saling menyebutkan nama, selanjutnya aku
bertanya “Mas asalnya darimana?” Jawabnya hanya satu kata, dengan suara yang
kuat, jelas dan tegas. Setelah itu, diraihnya gelas, diteguknya wedang uwuh
panas yang sudah tersaji. Wajahnya masih tetap dingin, berlawanan dengan suhu wedang
uwuh yang dia teguk. Malam itu, pertama kali aku bertatap muka dengannya dan
satu wejangan yang aku ingat adalah bahwa resiko itu akan selalu ada, tapi jika
kita terlalu memikirkan resiko tentang apapun yang selanjutnya akan terjadi,
kita tidak akan belajar apapun.
Ratusan
hari setelah malam itu, tangannya kembali menggenggam tanganku. Untuk kedua
kalinya kami berkenalan, aku sadar bahwa dia sudah sepenuhnya melupakanku. Mas,
sebelumnya kita sudah pernah bertemu, satu kalimat yang hanya mampu kuucap dalam
hati. Kedua mataku menangkap bahwa ekspresi wajahnya lebih dingin dibanding
saat pertama kali kami bertemu. Namun, aku kira ekspresinya kali ini karena
topik obrolan sedang berat.
Terkadang kita akan mendapat
banyak ilmu ketika kita menjadi pendengar. Siang itu, aku mengalaminya, hanya
menjadi pendengar obrolan diantara mereka betiga, dia, Rara dan Mas Ayos. Obrolan
tentang dunia para pejalan yang ternyata tak selalu indah seperti dalam bingkai
foto. Aku tertarik lalu hanyut dalam obrolan mereka, perlahan aku sadar bahwa
ada efek-efek negatif yang tanpa sadar para pejalan timbulkan saat berkunjung
ke suatu tempat. Pada kesimpulannya kita semua dituntut untuk menjadi pejalan
yang bertanggung jawab.
Malam hari setelah pertemuan
siang itu, aku dan dia kembali bertemu. Kali ini aku, dia, Rara dan Dedi yang
seorang dari komunitas Traveller Kaskus terlibat obrolan hangat disebuah warung
pecel lele. Aku suka kalimat yang terlontar dari mulutnya, “Sebenarnya bukan
seberapa banyak tempat yang mampu kita kunjungi, tapi apa yang dapat kita
lakukan untuk tempat yang kita kunjungi.”
Dia yang sedari tadi aku
bicarakan akrab dipanggil Syukron, seorang yang identik dengan TravellerKaskus. Kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya membuatku tersenyum, aku
tidak mendapat jawaban untuk pertanyaan-pertanyaanku. Tanpa Syukron sadari, dia
membawaku pada sebuah pertanyaan lagi tentang apa yang sebenarnya aku cari saat
melakukan perjalanan. Jika jawabannya adalah pengalaman, mau aku apakan
pengalaman dari perjalanan itu. Untuk bertindak atau sekedar hanya sebagai
cerita.
Sampai hari ini, aku telah
bertemu dengan beberapa orang dari Traveller Kaskus. Bercengkramah dengan
mereka adalah sebuah kesenangan yang tak pernah aku cari.
Fix iki menang
ReplyDeleteWalaaaaah.. oraa..
DeleteCerita tentang aku raono ki? Yoh!
ReplyDeleteSebenarnya ada mas.. Sudah jadi draftnya mas cuman gak ke save.. haduuuh..
Deletekalau sampai kau cium tanganku, kugampar
ReplyDeleteckckck abang enak.. anak kaskus :D
ReplyDeleteSaya kapan bisa keren kaya kakak ranseltua :p
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBerjalan mmg mengajarkan banyak hal tapi tetep aja susah melupakan mantan #GagalMoveOn
ReplyDelete